MENAKAR KADAR BUDAYA SUWAWA

 Budaya suatu suku bangsa akan menentukan eksistansi suku tersebut dimasa kini dan masa akan datang.

Kalau kita telusuri keadaan bangsa kita Indonesia pembangunan ekonomi kita berjalan tahap demi tahap ternyata belum merubah keadaan ekonomi kita belum saja akan take off, kemakmuran dan kesejatraan yang di harapkan tak kunjung tiba rupanya ada aspek yang diremehkan, yaitu aspek mental dan budaya.

Mari kita menyatukan visi tentang hal-hal dasar untuk skop yang khusus sebagaimana idealnya tempo dulu dan kebudayaan  Suwawa dalam kenyataannya sehari-hari. Kalau kita ingin memahami bagaimana kadar kebudayaan Suwawa, dapat dipelajari dari aspek kehidupan sehari-hari : 

- Dalam Bahasa 

- Organisasi Sosial Religi 

- Kesenian

- Adat Istiadat 

- Mata Pencaharian 

- Tecnologi dll.

Suatu kelemahan kita sekarang ini budaya memelihara, melestarikan apa yang telah kita kerjakan sangat kurang dan bahkan tidak ada sama sekali. Contohnya proyek yang dikerjakan empat koma lima tahun yang lalu sudah rusak atau mubasir. 

Untuk menakar kadar budaya masyarakat kita Suwawa dapat diukur dari beberapa aspek.

1. Bahasa

    Suatu kebanggaan kita masyarakat Suwawa adalah kita mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa SUWAWA. Pohalaa lain yang memiliki bahasa sendiri seperti kita adalah Atinggola. Kita orang Suwawa mempunyai dua bahasa pengantar bercakap-cakap yaitu Bahasa Suwawa  dan Bahasa Gorontalo. Kita orang Suwawa bisa berbahasa Gorontalo namun mereka orang dari Pohala'a Gorontalo, Limboto dan yang lainnya tidak bisa berbahasa Suwawa. Kebanggaan kita ini pada kenyataannya sekarang rupanya sudah mulai pudar.  Hal ini karena para generasi muda sudah tidak mau berbahasa Suwawa dan bahkan mereka tidak bisa berbahasa Suwawa. Generasi muda merasa rendah diri apabila berbahasa Suwawa. Mereka lebih memakai bahasa Indonesia yanf sudah bercampur dengan logat bahasa Manado dan bahkan bahasa anak Jakarta. Keadaan ini apabila kita biarkan terus-menerus maka suatu waktu bahasa Suwawa ini akan terhapus dinegerinya sendiri seperti bahasa Bulango dimana orang Tapa sendiri tidak tahu lagi berbahasa Bulango. Untuk menanggulangi ini marilah kita semua harus bisa berbahasa SuKesenian Dwawa dirumah sehingga dengan demikian bahasa Suwawa akan tetap terjaga sampai generasi akan datang.

2. Rasa Seni

    Kesenian daerah yang kita kenal adalah : Tidi, Saronde, Ragai, dan Leningo, yang senantiasa diadakan pada acara perkawinan. Kesenian ini sudah mulai redup seperti baru-baru ini ada kesenian Dana-dana yang dibawakan dengan tarian namun kurang diminati oleh generasi muda, dimana para generasi muda ini lebih tertarik dengan kesenian dari daerah lain seperti poco-poco dari Manado/Minahasa dan Sarjojo dari Sangir Talaud.

Kesenian yang berbau agama adalah Buruda, Turunani, Dikili, dan Debe, namun para peminat kesenian ini hanyalah orang tua-tua saja. Dan disamping itu kesenian lain bagi seperti Ja'abu/Malam, Lohidu sajak berirama, Leningo sajak pujaan bagi yang meninggal, Tanggomo sajak peristiwa, Wunungo sajak ratapan, Tujai, Pale Bohu nasehat perkawinan, dan Tahuli pesan-pesan kepada yang diadat adalah suatu kesenian yang sangat penting untuk di ketahui oleh generasi kita.

Untuk seni musik yakni ; Antu-antungo, Arbabu dan Tonggobi dan, 

untuk seni ukir yakni ; Pakadanga.

3. Rasa Tolong Menolong

    Rasa tolong menolong atau sifat Gotong royong dari orang tua-tua dulu harus kita tumbuh kembangkan dan lestarikan, sebab hal itu merupakan ciri khas setiap desa.

Gotong royong ini adalah seperti ; 

- Hulunga

- Huyula

- Himbunga

- Dembulo

- Palita

- Tiayo

- Tioma

- Yilandalo

- Dumbuyo

- Depita

- Duluhu 

- Ontu


4. Rasa Sopan

    Dalam semua kegiatan kita harus dilandasi dengan nilai kesopanan baik dalam pergaulan sehari-hari, maupun dalam pertemuan-pertemuan seperti pada acara-acara hajatan. Pada acara pernikahan baik acara adat maupun resepsi harus berpakaian yang sopan jangan kita memakai pakaian yang memperlihatkan aurat kita baik laki-laki maupun perempuan. Pakaian yang diwajibkan bagi wanita untuk di bagian atas (Bulusi) harus memanjang berada di bawah lutut dan menggunakan celana atau rok yang tidak terlalu ketat.

Pakaian adat bagi pengantin wanita adalah Walimomo atau Biliu

Pakaian adat untuk pengantin pria adalah Wadipungu atau Puluwala, juga Amsei untuk wanita.

Baya Loboute untuk pakaian adat anak-anak dan Paita (batu nisan)

Bagi kaum perempuan yang ingin menghadiri acara adat harus memakai Kabaya atau Galenggo, Sarung dan harus memakai sarung tutup (Wulo-wuloto).


5. Pakaian Adat

    Kita mempunyai pakaian Adat yang disesuaikan dengan jabatan dan tugas pada struktur adat 

    a. Gubernur / Bupati :

        Tutup kepala yang dikenakan adalah Paluala, kemeja warna hitam dengan pinggir emas dekat             kancing dan diujung tangan. Pada kada rantai kekantong, celana juga menggunakan pinggir emas.         Untuk Gubernur, kemeja dan celana warna putih. dan untuk Istri (Mbui) memakai tutup kepala Biliu,      Kebaya dan Batik.

    b. Camat dan Wali-wali Mo wali :

        Tutup kepala untuk camat adalah Payungo Tilabataila sedang untuk Wali-wali Mo wali                        menggunakan Kopiah kecuali yang sudah ada Pulanga memakai Strip Kuning di tengah Kopiah.

        Kemeja menggunakan Takowa Da'a memakai sarung didalam dan diujung bawah melebihi ujung        kemeja selebar tapak tangan. Untuk isteri memakai kain Kerawang Galenggo.

    c. Wu'u

        Menggunakan Pajungo (Destar) kain batik putih hitam/cokelat, kemeja Takowa da'a warna merah     muda. Celana Putih sampai di mata kaki, palipa terlilit diatas Takowa dengan ujungnya diatas paha.        Isteri memakai kain kerawang Galenggo dengan sarung.

    Kimalaha dan Tolomato sama dengan pakaian Wu'u

    d. Wana'o Punu :

        Sama dengan pakaian Wu'u

    e. Kepala desa :

        Payungo (destar) kain batik.

    Kirumune Buneli memakai sarung merah mudah, dan celana putih sampai tumit.

    f. Sikili :

        Kopiah biasa, abaya kin merah muda, sarung terlilit dipinggang dan celana putih.

    g. Pulu Lahyuhe :

        Sama dengan Sikili

    h. Kadli / Moputi :

        Dutongo Da'a dengan kalipusu didalamnya, dililiti sorban putih berbintik emas. Jumba warna            hitam.

    Sarung sesuda jumba yang ujung bawahnya dibawah jumba salentangi.

    i. Imam :

        Dutongo kiki tanpa kalipusu, menggunakan Jumba, Gamisi, Sarung dan Selendang

    j. Syarada'a :

        Baju kin putih diatasnya ada autali atau sadaria (baju tanpa lengan), tidak ada jumba. 

    Gamisi dan Selendang.

    k. Hatibi :

        Gamisi sampai keatas lutut, Dutongo kopiah keranjang dililit kain putih, celana putih dan                   selendang di bahu kanan

    l. Bilale :

        Sama dengan hatibi

    m. Kasisi :

        Bo'o kiki (baju kin putih), sarung terurai dibawah didalam baju, Selendang di bahu kanan dan           celana putih.

    n. Paili No Tigi :

        Sama dengan Kasisi dan memakai Pulogoto

    o. Apitalau :

        Payungo, Bo'o da'a, palipa terlilit di pinggang dan Huangga ditangan

    p. Mayulu Da'a :

        Payungo, talala kiki, palipa yang terlilit dipinggang dan tongkat ditangan.

    Bitu'o terselip di pinggang.

    Mayulu Kadato

    Mayulu Lo Ladia

    Mayulu Lo Gumbia

    Mayulu Lo Data

    Mayulu Lo Lahia

        Menggunakan pakaian warna hitam, memakai payungo Bitu'o terselip dipinggang dan memakai       Sumula.

    q. Pahalawani :

        Makai Payungo, baju Kin putih dan Bubohu (alat pentempur) ditangan.


    Untuk melestarikan adat istiadat ini maka kita harus mendirikan Sanggar Seni/Perkumpulan meliputi:

1. Sanggar Seni Budaya yakni ; Dikili, Buruda. Turunani dan Debe.

2. Sanggar Seni Suara yakni ; Jaabu, Lohidu, Leninggo, Tanggomo dan Wunungo

3. Sanggar Tari yakni ; Tidi, Saronde, Ragai dan Dana-dana

4. Sanggar Olahraga yakni ; Molangga, Moronggo, Motonggade, Mobinti dan Mosepa.

    Hal-hal inilah yang harus kita lestarikan dan kita jaga untuk bisa menjadi pengingat bagi generasi kedepannya. 

Semua ini merupakan sekelimit mengenai Budaya Suwawa menurut takarannya, mungkin dalam hal ini penjelasannya belum sempurna. Penulis berharap agar para pembaca yang memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang lain terkait budaya Suwawa mungkin bisa turut menyampaikan masukannya untuk dapat menyempurnakan tulisan ini.


Suwawa, 30 Juli 2006

Penyusun Wu'u Pidodotia dan Wu'u Bunato

(R. Komendangi) (A. Tangahu)

dituliskan kembali oleh penulis.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer