SEJARAH TERBENTUKNYA DESA DUMBAYABULAN

Sejarah Desa Dumbayabulan 



    Setiap daerah atau wilayah pastilah memiliki sejarahnya masing-masing, begitu juga dengan setiap daerah yang ada di Gorontalo dan kota Gorontalo itu sendiri tentulah memiliki sejarahnya sendiri. Namun tentang sejarah dari setiap desa yang ada di Gorontalo itu masih sangat sedikit sekali diketahui oleh orang-orang termasuk masyarakat Gorontalo sendiri, masih banyak dari rakyat di Gorontalo yang tidak mengetahui tentang sejarah di setiap desa dimana dia tinggal. Nah untuk itu penulis berusaha untuk membuat sebuah tulisan tentang sebuah sejarah dari satu desa yang ada di Gorontalo, tepatnya berada di kabupaten Bone Bolango kecamatan Suwawa Timur, yaitu Desa DUMBAYABULAN.

    Desa Dumbayabulan memiliki sebuah sejarah terbentuknya desa itu yang mungkin sudah dilupakan atau tidak diketahui oleh generasi mudah yang ada saat ini. Tapi sebelum itu penulis mau memberitahukan bahwa tulisan penulis ini berdasarkan oleh cerita rakyat yang di tulis dalam buku tua tahun 1900 oleh Guru Moha atau Pisodu Hadju dalam bahasa Melayu dengan huruf pegon, yang kemudian di susun kembali atau diceritakan kembali oleh R. Komendangi di Suwawa, 01 Oktober 2011.


    Pada tahun 1360 SM kerajaan Bintauna diperintah oleh raja yang bernama Raja Sendeno. Raja Sendeno kemudian pindah dari Bintauna ke Suwawa, dan mendirikan sebuah kerajaan yang diberinama kerajaan Bintauna. Kerajaan ini berkedudukan di Boludawa yang merupakan salah satu dusun di desa Dumbayabulan sekarang.

    Pada waktu itu semua dataran rendah dilembah sungai Bone dan dikaki gunung Tilongkabila masih digenangi air laut, barulah setelah adanya kejadian seseorang yang sakti bernama Pinombuludo menendang batu-batu besar yang kemudian batu-batu itu menyumbat beberapa bagian di muara sungai Bone, hingga air yang menggenangi lembah sungai Bone mengering. Bekas tapak kaki dari orang sakti itu masih bisa dilihat hingga sekarang, yang letaknya berada di kelurahan Pohe. Dan kejadian ini tertulis pada buku Tua tahun 1272 SM. Orang sakti yang bernama Pinombuludo ini memiliki gelar POMBONOBULUDO.


    Saat itu penduduk masih mendiami dataran-dataran tinggi dan masih kurang mengenal alat-alat pertanian dan hanya memakai tulang kaki kerbau sebagai tajak (kuda-kuda dalam logat gorontalo). Sistem pertanian masyarakatnya di kala itu masih menggunakan sistem pertanian dengan metode berpindah-pindah, dan penduduk aslinya pun masih memeluk kepercayaan animisme.

    Untuk bertani mulai dari membuka kebun, menanam sampai melakukan panen, mereka menyediakan sesajian untuk mengenang arwah nenek moyangnya. Namun mereka yakin bahwa ada yang menciptakannya yaitu Tuhan, pada waktu masuknya imigrasi dari Sulawesi Selatan yang dibawah oleh Putri Rawe dari kerajaan Bone yang merupakan saudara dari Saweri Gading / Seri Gade, mereka kemudian memperkenalkan pada penduduk asli tentang cara pertanian, alat-alat pertanian serta adat istiadat. Pengikut Putri Rawe dikala itu ada sebanyak empat puluh orang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kemudian menetap disini serta melakukan pernikahan dengan penduduk asli.

    Pada Tahun 1453 Sultan Amai Raja Gorontalo menikah dengan Putri Outango yang merupakan anak Raja Tomini di Palasa / Sulawesi Tengah. Puteri Outango membawa delapan suku yang terdiri dariTiyeningo/Siendeng, Tamalate, Hulangata, Lemboo, Bunuyo, Siduan, Sipayo dan Soginti. Salah satu dari suku ini masuk ke Suwawa yaitu suku Lemboo, mereka memperkenalkan kepada penduduk asli pertanian, bagaimana cara menanam bawang merah yang mereka bawah dari tempat asalnya, serta memperkenalkan adat istiadat terutama agama Islam.

    Pada suatu waktu Raja Sendeno sedang memancing diwilayah sungai Bone dan sang raja mendapatkan seekor ikan sepat sian yang bernama Dumbaya, ikan itu bersisik putih menyerupai bentuk bulan dimalam hari dan sang raja kemudian memberinama tempat dimana dia mendapatkan ikan tersebut dengan nama Dumbayabula. 

    Sesaat setelah mendapatkan ikan tersebut raja Sendeno menyampaikan ramalannya bahwa tidak akan lama lagi kita akan dimasuki/didatangi Ni Pai Kapuru yang artinya Orang Kulit Putih dan orang-orang ini kelak akan menjajah kita. Kemudian raja Sendeno pindah ke Atinggola dan mendirikan kerajaan Atinggola disana. Kerajaan Atinggola adalah kerajaan terakhir yang termasuk dalam kerajaan-kerajaan di Limo Lo Pohalaa.

    Namun setelah kerajaan Atinggola terbentuk raja Sendeno kembali ke tanah leluhurnya yang berada di Bangio atau dikenal dengan Pinogu sekarang, dan beliau meninggal disana. Dari Peristiwa ini tempat itu kemudian bernama Dumbayabulan, dan pada tahun 1885 menjadi sebuah desa dan  dikepalai oleh kepala desa pertama yang bernama Gaib.

    Demikian cerita tentang sejarah terbentuknya desa Dumbayabulan ini, sekiranya ada cerita yang lebih lengkap mungkin bisa menjadi rujukan juga untuk para pembaca. Dan apabila ada dari pembaca yang juga mengetahui tentang kisah sejarah terbentuknya desa Dumbayabulan menurut pengetahuannya mungkin bisa ditambahkan dalam tulisan ini.

    Sebagai penulis saya tak luput dari kesalahn, oleh karena itu apabila ada hal-hal yang kurang dalam tulisan saya mohon dimaafkan dan dimaklumi. Karena sesungguhnya tiada manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.


Catatan khusus desa-desa hasil pemekaran dari desa Dumbayabulan :

1. Desa Tinemba : Di desa ini didirikan raja Sendeno kerajaan Bintauna tepatnya yaitu berada di dusun Boludawa.

2. Desa Panggulo : Di desa ini pengikut dari suku Lemboo membuka kebun kelapa dan pohon karet.

3. Desa Tilango Bula : Didesa ini terdapat bekas-bekas penambangan pada jaman Belanda yaitu dihulu sungai Dabua terdapat bekas rayapan tambang dan digunung Tutulo terdapat lobang pantongan tambang yang sudah di survey P.T Tropic. 

4. Desa Pangi : Di desa ini adalah tempat berkedudukannya dari Walaopulu ti Pangi yang merupakan cucu dari Sultan Lahay raja Gorontalo.


    Sebagai penutup kisah terbentuknya desa Dumbayabulan disusun oleh R. Komedangi untuk bisa dijadikan sebagai bahan bacaan untuk generasi kedepannya oleh masyarakat Gorontalo terlebih untuk masyarakat Bone Bolango khususnya generasi muda Suwawa agar bisa menjadi pengetahuan yang bermanfaat dan bisa tetap terus menjaga sejarah dan adat istiadat masyarakat Suwawa dan Gorontalo.



Suwawa, 01 Oktober 2011

Penyusun Wu'u Pidodotia

R. Komendangi

diceritakan kembali oleh Penulis.

Komentar

Postingan Populer